Relawan Ibu Matus

Relawan Ibu Matus

#23 juli 2016 Bogor – kota kelahiranku

Bertemu dengan relawati Bu Matus di Bogor, sejak terbentuknya “Indahnya Sedekah”. Ibu Matus sudah aktif membantu dan  sampai saat ini rutin membawakan sembako ke nenek Uun dan si aki Enjam.
Hari ini saya niatkan utk bertemu dengan Aki Enjam dan Nenek Uun.

Tempat jualan si Aki Enjam didepan BTM kelihatan kosong, menurut tukang parkir disitu si aki sudah 2 hari tidak jualan. Bukan rejeki saya utk bertemu langsung dengan beliau.

Saya dan bu Matus akhirnya menuju station kereta Bogor. Dari kejauhan sudah kelihatan nenek Uun duduk di tangga penyebrangan berjualan tissue dan masker, beliau langsung tertawa ketika melihat bu Matus.. dan langsung bertanya “ibu Sila yah?”
Setelah sebentar mengobrol, saya selipkan Rp. 250ribu dan beliau pun mengucap syukur dan terima kasih. Uang  itu akan beliau gunakan untuk mudik sebentar ke Subang..
Semoga lancar di jalan nenek Uun..

Simbah Saliyah

Simbah Saliyah

Pembuat kulit ketupat dr Sleman Jogja.

Saya dapat info tentang simbah ini dari mbk Kenny, dan sudah melihat videonya yang ditayangkan oleh Trans TV beberapa waktu yang lalu.

Setelah itu saya minta bantuan mbk Tirta di jogja, untuk mencari rumah simbah ini di Sleman dan Alhamdulillah mbk Tirta sdh menemukan rumah beliau dan bertemu langsung dengan  simbah Saliyah ini…

Usia simbah sudah 80 tahun lebih, penglihatan dan pendengaran beliau masih jelas.
Per hari biasanya bisa membuat 500an selongsong ketupat, per 100 nya dihargai Rp. 3000,00!! Hanya cukup utk membeli nasi bungkus…

Insya Allah mulai oktober nanti kita akan memberi santunan sembako rutin kepada simbah Saliyah ini…

Abah Akrim

Abah Akrim

#Abah Akrim penjual abu gosok.

Minggu, 19 September 2016 kami telah mengunjungi Abah Akrim di rumahnya yang terletak di Cariu. Selama perjalanan, kami tidak habis pikir Abah berjalan kaki sejauh ini. Kami yang hanya duduk di mobil angkutan saja sudah merasakan lelah dan jauhnya. Benar kata Abah, kalau beliau naik angkutan umum uang yang abah dapat habis untuk ongkos. Apalagi dari tempat turun angkutan mobil ELF ke rumah abah harus naik ojek. Medannya pun melewati sawah, kali, dan jalan yang berkelok-kelok.

Sesampainya di rumah Abah, kami bertemu beliau bersama istrinya. Sebelumnya kami harus menunggu satu jam karena Abah dan nenek harus dijemput dulu dari tempat hajatan yang lokasinya jauh dari rumahnya. Abah, selalu memakai sandal yang sama saat berjualan bahkan saat ke acara hajatan. Sandal yang mungkin bagi kita sudah tidak layak pakai.

Saat bertemu Abah, beliau mengajak kami masuk ke rumahnya. Kami melihat rumah abah berdinding bambu dan beberapa bagian ditambal plastik. Kalau hujan angin pasti air masuk ke dalam rumah. Alas rumahnya hanya tanah, dinding rumah beliau yang menempel rumah tetangga hanya setengah bagian itupun hanya terbuat dari bambu. Lampu penerangan hanya satu, kamar tidur ala kadarnya dan di bawah kasur terdapat kandang entok. Tidak ada kamar mandi, abah menumpang mandi di ruang terbuka tak jauh dari rumahnya dan mengambil air dari sumur di sana. Dapur pun tidak banyak perabotan. Makanan yang ada di dapur pun kami hanya melihat beberapa buah timun dan ada yang sudah busuk.

Abah dan nenek sangat senang menerima bantuan sembako, setidaknya mereka bisa merasakan makan dengan lauk yang sedikit enak. Biasanya abah makan hanya nasi dengan garam, nasi dengan sambal, atau nasi dengan ikan jika ada uang lebih.

Kami berniat untuk memperbaiki rumah Abah dan menambah perabotan agar bisa tinggal dengan lebih nyaman.